BAB
9 : AGAMA DAN MASYARAKAT
A.
Agama dan Masyarakat
Kaitan agama dengan
masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi penulisan
sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi rasional
tentang arti dan hakikat kehidupam, tentang Tuhan dan kesadaran akan maut
menimbulkan religi, dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada pengalaman
agama para tasauf.
B.
Fungsi Agama
Untuk mendiskusikan fungsi agama dalam masyarakat ada tiga aspek penting
yang selalu dipelajari, yaitu kebudayaan, sistem sosial, dan kepribadian.
Ketiga aspek tersebut merupakan kompleks fenomena sosial terpadu yang
pengaruhnya dapat diamati dalam perilaku manusia, sehingga timbul pertanyaan,
sejauh mana fungsi lembaga agama dalam memelihara sistem, apakan lembaga agama
terhadapkebudayaan sebagai suatu sistem dan sejauh manakah agama terhadap
kebudayaan sebagai suatu sistem dan sejauh manakan agama dalam mempertahankan
keseimbangan pribadi melakukan fungsinya. Pertanyaan itu timbul sebab, sejak
dulu saampai sekarang, agama itu masihada dan mempunyai fungsi, bahkan
memerankan sejumlah fungsi.
Fungsi agama dalam pengukuran nilai-nilai, bersumber pada kerangka acuan
yang bersifat sakral. Dalam setiap masyarakat sanksi sakral mempunyai kekuatan
memaksa istimewa, karena ganjaran dan hukumannya bersifat duniawi dan
supramanusiawi dan ukhrowi.
Fungsi agama di bidang sosial adalah fungsi penentu, di mana agama
menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat
maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka.
Fungsi agama sebagai sosialisasi individu ialah individu, pada saat dia
tumbuh menjadi dewasa, memerlukan suatu sistem nilai sebagai semacam tuntunan
umum untuk (mengarahkan) aktivitas dalam masyarakat, dan berfungsi sebagai
tujuan akhir pengembang kepribadiannya. Orang tua dimana pun tidak mengabaikan
upaya “moralisasi” anak-anaknya, seperti pendidikan agama mengajarkan bahwa
hidup adalah untuk memperoleh keselamatan sebagai tujuan utamanya.
C.
Pelembagaan Agama
Agama begitu universal,
permanen, dan mengatur dalam kehidupan, sehingga bila tidak memahami agama,
akan sukar memahami masyarakat. Hal yang perlu dijawab dalam memahami lembaga
agama adalah, apa dan mengapa agama ada, unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi
dan struktur agama.
Kaitan agama dengan masyarakat dapat mencerminkan tiga tipe, meskipun
tidak menggambarkan sebenarnya secara utuh (Elizabeth K. Nottingham, 1954).
a. Masyarakat yang terbelakang dan
nilai-nilai sakral.
Masyarakat tipe ini kecil, terisolir, dan terbelakang. Anggota
masyarakat menganut agama yang sama. Oleh karenanya keanggotaan mereka dalam
masyarakat dan dalam kelompok keagamaan adalah sama.
b. Masyarakat-masyarakat praindustri
yang sedang berkembang.
Keadaan masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang
lebih tinggi daripada tipe pertama. Agama memberikan arti dan ikakan kepada
sistem nilai dalam tiap masyarakat ini.
Dari contoh sosial, lembaga keagamaan berkembang sebagai pola ibadah,
pola ide-ide, ketentuan (keyakinan), dan tampil seb agai bentuk asosiasi atau
organisasi. Pelembagaan agama pucaknya terjadi pada tingkat intelektual,
tingkat pemujaan (ibadah), dan tingkat organisasi.
Tampilnya organisasi agama adalah akibatadanya “perubabahan batin” atau
kedalaman beragama, mengimbangi perkembangan masyarakat dalam hal alokasi
fungsi, fasilitas, produksi, pendidikan, dan sebagainya. Agama menuju ke
pengkhususan fungsional. Pengaitan agama tersebut mengambil bentuk dalam
berbagai corak organisasi keagamaan.
Masalah fungsionalisme agama dapat
dianalisis lebih mudah pada komiten agama. Menurut Roland Robertson,
diklarifikasi berupa keyakinan, praktek, pengalaman, pengetahuan, dan
konsekuensi.
a. Dimensi keyakinan mengandung perkiraan atau
harapan bahwa orang yang religius akan menganut pandangan teologis tertentu.
b. Praktek agama mencakump perbuatan-perbuatan
memuja dan berbakti, yaitu perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secara
nyata.
c. Dimensi pengalaman memperhitungkan
fakta.
d. Dimensi pengetahuaan dikaitkan dengan
perkiraan.
e. Dimensi konsekuensi dan komitmen
religius berbeda dengan tingkah laku perseorangan
dan
pembentukan citra pribadinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar