Sabtu, 03 Januari 2015

BAB 9 : AGAMA DAN MASYARAKAT



BAB 9 : AGAMA DAN MASYARAKAT

A. Agama dan Masyarakat
     Kaitan agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi rasional tentang arti dan hakikat kehidupam, tentang Tuhan dan kesadaran akan maut menimbulkan religi, dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada pengalaman agama para tasauf.

B. Fungsi Agama
     Untuk mendiskusikan fungsi agama dalam masyarakat ada tiga aspek penting yang selalu dipelajari, yaitu kebudayaan, sistem sosial, dan kepribadian. Ketiga aspek tersebut merupakan kompleks fenomena sosial terpadu yang pengaruhnya dapat diamati dalam perilaku manusia, sehingga timbul pertanyaan, sejauh mana fungsi lembaga agama dalam memelihara sistem, apakan lembaga agama terhadapkebudayaan sebagai suatu sistem dan sejauh manakah agama terhadap kebudayaan sebagai suatu sistem dan sejauh manakan agama dalam mempertahankan keseimbangan pribadi melakukan fungsinya. Pertanyaan itu timbul sebab, sejak dulu saampai sekarang, agama itu masihada dan mempunyai fungsi, bahkan memerankan sejumlah fungsi.
     Fungsi agama dalam pengukuran nilai-nilai, bersumber pada kerangka acuan yang bersifat sakral. Dalam setiap masyarakat sanksi sakral mempunyai kekuatan memaksa istimewa, karena ganjaran dan hukumannya bersifat duniawi dan supramanusiawi dan ukhrowi.
     Fungsi agama di bidang sosial adalah fungsi penentu, di mana agama menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka.
     Fungsi agama sebagai sosialisasi individu ialah individu, pada saat dia tumbuh menjadi dewasa, memerlukan suatu sistem nilai sebagai semacam tuntunan umum untuk (mengarahkan) aktivitas dalam masyarakat, dan berfungsi sebagai tujuan akhir pengembang kepribadiannya. Orang tua dimana pun tidak mengabaikan upaya “moralisasi” anak-anaknya, seperti pendidikan agama mengajarkan bahwa hidup adalah untuk memperoleh keselamatan sebagai tujuan utamanya.



C. Pelembagaan Agama
     Agama begitu universal, permanen, dan mengatur dalam kehidupan, sehingga bila tidak memahami agama, akan sukar memahami masyarakat. Hal yang perlu dijawab dalam memahami lembaga agama adalah, apa dan mengapa agama ada, unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi dan struktur agama.
     Kaitan agama dengan masyarakat dapat mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan sebenarnya secara utuh (Elizabeth K. Nottingham, 1954).
a. Masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai sakral.
    Masyarakat tipe ini kecil, terisolir, dan terbelakang. Anggota masyarakat menganut agama yang sama. Oleh karenanya keanggotaan mereka dalam masyarakat dan dalam kelompok keagamaan adalah sama.
b. Masyarakat-masyarakat praindustri yang sedang berkembang.
    Keadaan masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang lebih tinggi daripada tipe pertama. Agama memberikan arti dan ikakan kepada sistem nilai dalam tiap masyarakat ini.
    Dari contoh sosial, lembaga keagamaan berkembang sebagai pola ibadah, pola ide-ide, ketentuan (keyakinan), dan tampil seb agai bentuk asosiasi atau organisasi. Pelembagaan agama pucaknya terjadi pada tingkat intelektual, tingkat pemujaan (ibadah), dan tingkat organisasi.
    Tampilnya organisasi agama adalah akibatadanya “perubabahan batin” atau kedalaman beragama, mengimbangi perkembangan masyarakat dalam hal alokasi fungsi, fasilitas, produksi, pendidikan, dan sebagainya. Agama menuju ke pengkhususan fungsional. Pengaitan agama tersebut mengambil bentuk dalam berbagai corak organisasi keagamaan.
Masalah fungsionalisme agama dapat dianalisis lebih mudah pada komiten agama. Menurut Roland Robertson, diklarifikasi berupa keyakinan, praktek, pengalaman, pengetahuan, dan konsekuensi.
a. Dimensi keyakinan mengandung perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius akan menganut pandangan teologis tertentu.
b. Praktek agama mencakump perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti, yaitu perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secara nyata.
c. Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta.
d. Dimensi pengetahuaan dikaitkan dengan perkiraan.
e. Dimensi konsekuensi dan komitmen religius berbeda dengan tingkah laku perseorangan
    dan pembentukan citra pribadinya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar