Sabtu, 03 Januari 2015

BAB 10 : PRASANGKA DISKRIMINASI DAN ETNOSENTRISME



BAB 10 : PRASANGKA DISKRIMINASI DAN ETNOSENTRISME

1. Perbedan Prasangka dan Diskriminasi
    Sikap yang negatif terhadap sesuatu disebut prasangka. Walaupun dapat kita garis bawahi bahwa prasangka dapat juga dalam pengertian positif. Tulisan ini lebih banyak membicarakan prasangka dalam pengertian negatif. Tidak sedikit orang-orang yang mudah berprasangka, namun banyak juga orang-orang yang lebih sukar untuk berprasangka. Mengapa terjadi perbedaan cukup mencolok? Tampaknya kepribadian dan intelekgensia, juga faktor lingkungan cukup berkaitan dengan mmunculnya prasangka.
    Dalam kondisi persaingan untuk mencapai akumulasi meteril tertentu, atau untuk meraih status sosial bagi suatu individu atau kelompok sosial tertentu, pada suatu lingkungan/wilayah dimana norma-norma dan tata hukum dalam kondisi goyah, dapat merangsang munculnya prasangka dan diskriminasi dapat dibedakan dengan jelas. Prasangka bersumber dari suatu sikap. Diskriminasi menunjukan kepada suatu tindakan. Dalam pergaulan sehari-hari sikap berprasangka dan diskriminasi seolah-olah menyatu, tidak dapat dipisahkan.

A. Sebab-sebab Timbulnya Prasangka dan Diskriminasi
1) Latar belakang sejarang
2) Dilatarbelakangioleh perkembangan sosio-kultural dan situasional.
3) Bersumber dari faktor kepribadian
4) Berlatar belakang dari perbedaan keyakinan, kepercayaan dan agama.

B. Daya Upaya Untuk Mengurangi/Menghilangkan Prasangka dan Diskriminasi.
1) Perbaikan kondisi sosial ekonomi
    Pemerataan pembangunan dan usaha peningkatan pendapan bagi warga negara Indonesia yang masih tergolong dibawah garis kemiskinan dan mengurangi adanya kesenjangan-kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin. Oleh karena itu pendekatan, rasa kebersamaan dan kerja sama yang saling menguntungkan antara kelompok ekonomi kuat dengan kelompok masyarakat ekonomi lemah adalah usaha yang sungguh-sungguh bijaksana.
2) Perluasan kesempatan belajar
    Adanya usaha-usaha pemerintah dalam perluasan kesempatan belajar bagi seluruh warga negara Indonesia, paling tidak dapat mengurangi prasangka bahwa program pendidikan, terutama pendidikan tinggi hanya dapat dinikmati oleh kalangan masyarakat menengan dan kalangan atas. Mengapa? Untuk mencapai jenjang pendidikan tertentu di perguruan tinggi memang mahal, disamping itu harus memiliki kemampuan otak dan modal. Mereka akan selali tercecar dan tersisih dalam persaingan memperebutkan bangku sekolah. Masih beruntung bagi mereka yang memiliki kemampuan otak.
3) Sikap terbuka dan sikap lapang.
    Harus selalu kita sadari bahwa berbagai tantangan yang datang dari luar ataupun yang datang dari dalam negeri, semuanya yang dapat merongrong keutuhan negara dan bangsa. Kebhinekaan masyarakat berikut sejumlah nilai yang melekat, merupakan baris empuk bagi timbulnya prasangka, diskriminasi, dan keresahan.

2. Etnosentrisme
    Setiap suku bangsa atau ras tertentu akan memiliki ciri khas kebudayaan, yang sekaligus menjadi kebanggan mereka. Suku bangsa, ras tersebut dalam kehidupan sehari-hari bertingkah laku sejalan dengan norma-norma, nilai-nilai yang terkandun g dan tersirat dalam kebudayaan tersebut.
    Suku bangsa, ras tersebut cenderung menganggap kebudayaan mereka sebagai salah sesuatu yang prima, rill, logis, sesuai dengan kodrat alam dan sebagainya. Segala yang berbeda dengan kebudayaan yang mereka miliki, dipandang sebagau sesuatu yang baik, kurang estetis, bertentangan dengan kodrat alam, dan sebagainya. Hal-hal tersebut diatas dikenal sebagai etnosentrisme, yaitu suatu kecenderungan yang menganggap nilai-nilai dan norma-norma kebudayaannya sendiri sebagai suatu yang prima, terbaik, mutlak, dan dipergunakannya sebagai tolak ukur menilai dan membedakannya dengan kebudayaan lain.
     Etnosentrisme nampaknya merupakan gejala sosial yang universal, dan sikap yang demikian biasanya dilakukan secara tidak sadar. Dengan demikian etnosentrisme merupakan kecenderungan tak sadar untuk menginterpretasikan atau menilai kelompok lain dengan tolak ukur kebudayaan sendiri. Sikap etnosentrisme dalam tingkah laku berkomunikasi nampak canggung, tidak luwes. Akibatnya etnosentrisme penampilan yangetnosentrik, dapat menjadi penyebab utama kesalah pahaman dalam berkomunikasi. Etnosentrisme dapat dianggap sebagai sikap dasar ideologi chauvinisme pernah dianut oleh orang-orang Jerman pada zaman Nazi Hitler. Mereka merasa dirinya superior, lebih unggul dari bangsa-bangsa lain, dan memamndang bangsa lain sebagai inferior, lebih rendah, nista, dan sebagainya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar