BAB
10 : PRASANGKA DISKRIMINASI DAN ETNOSENTRISME
1.
Perbedan Prasangka dan Diskriminasi
Sikap yang negatif terhadap sesuatu disebut prasangka. Walaupun dapat
kita garis bawahi bahwa prasangka dapat juga dalam pengertian positif. Tulisan
ini lebih banyak membicarakan prasangka dalam pengertian negatif. Tidak sedikit
orang-orang yang mudah berprasangka, namun banyak juga orang-orang yang lebih
sukar untuk berprasangka. Mengapa terjadi perbedaan cukup mencolok? Tampaknya
kepribadian dan intelekgensia, juga faktor lingkungan cukup berkaitan dengan
mmunculnya prasangka.
Dalam kondisi persaingan untuk mencapai akumulasi meteril tertentu, atau
untuk meraih status sosial bagi suatu individu atau kelompok sosial tertentu,
pada suatu lingkungan/wilayah dimana norma-norma dan tata hukum dalam kondisi
goyah, dapat merangsang munculnya prasangka dan diskriminasi dapat dibedakan
dengan jelas. Prasangka bersumber dari suatu sikap. Diskriminasi menunjukan
kepada suatu tindakan. Dalam pergaulan sehari-hari sikap berprasangka dan
diskriminasi seolah-olah menyatu, tidak dapat dipisahkan.
A.
Sebab-sebab Timbulnya Prasangka dan Diskriminasi
1) Latar belakang sejarang
2) Dilatarbelakangioleh perkembangan
sosio-kultural dan situasional.
3) Bersumber dari faktor kepribadian
4) Berlatar belakang dari perbedaan
keyakinan, kepercayaan dan agama.
B.
Daya Upaya Untuk Mengurangi/Menghilangkan Prasangka dan Diskriminasi.
1) Perbaikan kondisi sosial ekonomi
Pemerataan pembangunan dan usaha peningkatan pendapan bagi warga negara
Indonesia yang masih tergolong dibawah garis kemiskinan dan mengurangi adanya
kesenjangan-kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin. Oleh karena itu
pendekatan, rasa kebersamaan dan kerja sama yang saling menguntungkan antara
kelompok ekonomi kuat dengan kelompok masyarakat ekonomi lemah adalah usaha
yang sungguh-sungguh bijaksana.
2) Perluasan kesempatan belajar
Adanya usaha-usaha pemerintah dalam perluasan kesempatan belajar bagi
seluruh warga negara Indonesia, paling tidak dapat mengurangi prasangka bahwa
program pendidikan, terutama pendidikan tinggi hanya dapat dinikmati oleh kalangan
masyarakat menengan dan kalangan atas. Mengapa? Untuk mencapai jenjang
pendidikan tertentu di perguruan tinggi memang mahal, disamping itu harus
memiliki kemampuan otak dan modal. Mereka akan selali tercecar dan tersisih
dalam persaingan memperebutkan bangku sekolah. Masih beruntung bagi mereka yang
memiliki kemampuan otak.
3) Sikap terbuka dan sikap lapang.
Harus selalu kita sadari bahwa berbagai tantangan yang datang dari luar
ataupun yang datang dari dalam negeri, semuanya yang dapat merongrong keutuhan
negara dan bangsa. Kebhinekaan masyarakat berikut sejumlah nilai yang melekat,
merupakan baris empuk bagi timbulnya prasangka, diskriminasi, dan keresahan.
2.
Etnosentrisme
Setiap suku bangsa atau
ras tertentu akan memiliki ciri khas kebudayaan, yang sekaligus menjadi
kebanggan mereka. Suku bangsa, ras tersebut dalam kehidupan sehari-hari
bertingkah laku sejalan dengan norma-norma, nilai-nilai yang terkandun g dan
tersirat dalam kebudayaan tersebut.
Suku bangsa, ras tersebut cenderung menganggap kebudayaan mereka sebagai
salah sesuatu yang prima, rill, logis, sesuai dengan kodrat alam dan
sebagainya. Segala yang berbeda dengan kebudayaan yang mereka miliki, dipandang
sebagau sesuatu yang baik, kurang estetis, bertentangan dengan kodrat alam, dan
sebagainya. Hal-hal tersebut diatas dikenal sebagai etnosentrisme, yaitu suatu kecenderungan yang menganggap
nilai-nilai dan norma-norma kebudayaannya sendiri sebagai suatu yang prima,
terbaik, mutlak, dan dipergunakannya sebagai tolak ukur menilai dan
membedakannya dengan kebudayaan lain.
Etnosentrisme nampaknya merupakan gejala sosial yang universal, dan
sikap yang demikian biasanya dilakukan secara tidak sadar. Dengan demikian
etnosentrisme merupakan kecenderungan tak sadar untuk menginterpretasikan atau
menilai kelompok lain dengan tolak ukur kebudayaan sendiri. Sikap etnosentrisme
dalam tingkah laku berkomunikasi nampak canggung, tidak luwes. Akibatnya
etnosentrisme penampilan yangetnosentrik, dapat menjadi penyebab utama kesalah
pahaman dalam berkomunikasi. Etnosentrisme dapat dianggap sebagai sikap dasar
ideologi chauvinisme pernah dianut oleh orang-orang Jerman pada zaman Nazi
Hitler. Mereka merasa dirinya superior, lebih unggul dari bangsa-bangsa lain,
dan memamndang bangsa lain sebagai inferior, lebih rendah, nista, dan
sebagainya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar